logo

, , ,

Apakah Batasan Umur Merupakan Perilaku Diskriminatif?

  • By Agus Sastrawan
  • August 11, 2024
  • 314 Views

Pernahkan kamu menonton sebuah film yang menceritakan lansia yang merasa bosan setelah pensiun? Ia adalah Ben Whittaker (diperankan oleh Robert de Niro), seorang lansia berumur 70 tahun. Suatu ketika, ia melihat sebuah iklan untuk online fashion website, About The Fit. Ia pun memutuskan untuk mendaftar dan berhasil mendapatkan posisi itu. Pemilik perusahaan itu, Jules Ostin (diperankan oleh Anne Hathaway), adalah seorang yang pekerja keras. Impresi pertama, Ben tidak akan mampu bertahan dengan high-paced working environment yang berlaku di perusahaan tersebut. 

Awalnya, Jules sangat skeptis dengan pekerja paruh waktunya. Namun, Ben berusaha untuk menunjukkan keseriusannya, begitupun ia berusaha untuk mendapatkan atensi Jules Ostin. Lambat laun, perilaku hyperactive Ben yang sangat positif mulai memberikan impresi yang baik dan, seiring waktu berlalu, menjalin chemisty yang bagus. 

Sekiranya ini yang akan terjadi ketika kita tidak memperhatikan umur sebagai batasan untuk mendaftar kerja. Kita akan menemukan banyak Ben yang lain dan masih ingin bekerja karena memiliki kompetensi dan kapabilitas yang layak. 

Namun, semua masih tanda tanya. Apakah semua orang yang sudah berumur layak sebagaimana imagery yang digambarkan pada film? Benarkah generation gap bukan lagi halangan? Apakah ada possibility untuk menerapkan ini di berbagai budaya kerja? Kamu pasti sudah mendengar kisruh yang sedang ramai dibicarakan netizen belakangan ini. 

Gugatan Menghilangkan Batas Umur pada Lowongan Kerja

Beberapa hari lalu, seseorang praktisi bisnis asal Bekasi, Leonardo Olefins Hamonangan, memberikan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Pasal 35 ayat (1), UU. No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Diberitakan, pemohon mempermasalahkan aturan yang ada di dalam pasal tersebut terkait dengan dugaan diskriminasi umur. 

Banyak perdebatan terjadi. Apakah umur menjadi bagian dari perilaku diskriminasi? Ada yang beranggapan bahwa batasaan umur pada lowongan pekerjaan bukanlah sebuah tindakan diskriminatif kecuali menyangkut suku, ras, dan sebagainya. Batasan-batasan diskriminatif pun dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 1 (Angka 3) UU. No. 39 Tahun 1999 tentang HAM; begitupun pada ruang kerja lebih spesifik dijelaskan pada UU. No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya – Pasal 1 (Angka 3) UU. No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

Setelah proses berlangsung, gugatan yang diajukan oleh pemohon ditolak oleh hakim. Penolakan ini didasari oleh anggapan bahwa batasan umur bukanlah bagian dari diskriminasi. Jika kita menuliskan nama pemohon, kita akan menemukan komen netizen yang memberikan respons positif terkait permohonan yang diajukan. Semua orang berharap untuk mendapat kebebasan masif dan bisa mendapatkan peluang yang sama dengan anak muda. Perlu diperhatikan kembali pada respons netizen di X, mereka justru melihat MK menunjukkan keberpihakan yang subjektif, bargantung pada objek dan partisipan dalam masalah yang diajukan. 

Hakim Konstitusi Guntur Hamzah berpandangan bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan permohonan Leonardo untuk sebagian. Sebab, norma pasal tersebut dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pencari kerja. Sebab terdapat frasa “merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan” yang membuat pihak pemberi kerja mempertimbangkan hal-hal subyektif (via Kompas.com, 31 Juli 2024).

Walaupun ada penolakan, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah memberikan opini yang berbeda. Ia meyakini bahwa ada hal yang bisa diterima dari hasil perdebatan ini, yaitu “merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan” terdengar seperti kebebasan mutlak yang diberikan kepada perusahaan dalam merekrut karyawan. Baginya, pernyataan ini dalam UU. perlu mendapat perhatian lebih lanjut agar pemaknaan tidan menjadi terlalu luas. 

Negara-Negara terkait Batasan Umur Calon Karyawan Kerja

Endless debate on age discrimination and ageism rose significant issues e.g., employment or healthcare, etc. 

Sampai di sini, kamu mungkin tertarik untuk melihat negara lain; bagaimana negara lain memperhatikan ini? Apakah banyak negara menerapkan anti-age discrimination atau sebaliknya? Lagi-lagi ini adalah masalah Governance. Tata kelola yang baik akan memberikan keuntungan bagi semua orang. Kita akan lihat bersama beberapa fakta sebagai berikut. 

Di Asia Tenggara, terdapat 6 negara yang mengatur umur sebagai bentuk diskriminasi dalam ruang lingkup pekerjaan dan setidaknya diatur pada undang-udang diskriminasi dan ketenagakerjaan. 

Older persons are an asset to society as they contribute towards their family, local community, and society at large… Older persons also contribute to the economy through taxes. An increase in the number of older persons has also resulted in the growth of the silver economy, which covers all goods and services used by older persons – The ASEAN Magazine (2020). 

Berdasarkan publikasi The ASEAN Magazine, mereka memberikan narasi bahwa orang tua turut berperan aktif dalam perekonomian suatu bangsa, terutama pada komunitas lokalnya. 

“Additionally, age discrimination has been shown to be associated with worse mental health, a greater intention to retire from work, and a lower tendency to use healthcare services or to engage in positive health behaviors”

Sebuah penelitian yang berjudul “Combatting ageism in the Western Pacific region (2023)” juga menjelaskan dari perspektif kesehatan. Hasil riset mereka membuktikan bahwa diskriminasi umur merupakan faktor utama yang penyebab memburuknya kesehatan mental, meningkatkan intensitas pensiun, dan enggannya menggunakan layanan kesehatan. Fenomena ini meningkatkan pessimism mereka untuk merasa lebih percaya diri dan co-existe bersama generasi atau individu yang lebih muda. 

Pada artikel yang sama, dijelaskan juga Jepang dan Singapura menerapkan undang-undang khusus anti-age discrimination dalam lingkungan kerja dan pelayanan publik sehingga kamu akan banyak melihat individu yang telah berumur masih memiliki ruang untuk bekerja dalam waktu yang lama. 

Because first and foremost, age doesn’t really matter, at the end of the day it is a matter of competence and attitudes. Second, putting age limitations explicitly exudes discriminatory preference, which is against the society’s core belief that everyone should have equal opportunities. Third, there are many people who just started their bachelor degree education, for example, at 25 or even older. They might continue to a Master’s degree straight away, or taking care of babies, travel or volunteer abroad, and do other things with their life before starting the desired job – The Jakarta Post (2017). 

Di belahan dunia lainnya, misalnya Denmark, mereka dapat pastikan tidak ada batasan umur dalam lowongan pekerjaan karena beragam alasan. Pertama, mereka melihat kompetensi dan sikap daripada umur; kedua, batasan umur menentang nilai luhur setempat dan sebaiknya semua orang mendapat perlakuan yang sama regardless their age; ketiga, rata-rata penduduk di sana menyelesaikan pendidikan di umur 25+. Setelahnya, mereka mungkin saja lanjut S2, berkeliling atau partisipasi kerelawanan. 

Could age discrimination be “a thing” in Indonesia? What are the reasons for not hiring candidates who are older than the age limits according to the company’s regulations? The reasons might be complex and again, related to the society’s values and systems.

Kemudian, ini menjadi perhatian tersendiri di Indonesia. Apakah sebaiknya menerapkan hal yang sama? Kenapa MK tidak melihat batasan umur bentuk diskriminasi yang terjadi di lingkungan kerja? Nyatanya, memang ada studi psikologi yang menjelaskan manusia dianggap aktif dan produktif pada umur sekian. Kira-kira bagaimana menurut kamu? Haruskah kita tiru atau melanjutkan peraturan yang sudah ada? 

***

Follow LinkedIn Rumah Perubahan untuk mendapat opini terkini terkait isu yang sedang terjadi. 

Kami juga memiliki beberapa Schools yang fokus pada bidang spesifik dengan modul-modul yang telah dikurasi seperti:

  • School of Data
  • School of Grooming
  • School of Leadership
  • School of Politics
  • School of Sustainability

Selengkapnya, dapat diakses pada bit.ly/Schools-of-RP.

Contact Person:

WhatsApp: +62-8111-8008-009 (Admin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *